Entah kenapa akhir-akhir ini aku terkenang masa-masa muda (sekarang juga masih muda kok) saat di bangku SMA. Setelah sebelumnya aku terkenang awal pertama hidayah datang untuk sadar bagaimana seharusnya jadi muslimah sejati (ada di tulisan yang bawah), dan di malam yang dingin ini setelah hujan reda dan angin malam yang menemani aku seorang diri untuk berbagi cerita dengan para pembaca.
Bismillah...
Hehehe judulnya tumben-tumbenan begini. Maklum suasana mendukung :D
InsyaAllah isinya pun juga begitu.
#DOR
#PadaMikirnyaApaNih
Jadi, dulu ada saudara seiman (perempuan) yang aku lihat lagi falling in love gitu sama Al-Qur'an. Kalau lagi seperti itu, rasanya aku mau support habis-habisan untuknya untuk mencapai nikmat iman, Islam, dan ukhuwah. Duuhh kalau dibayangin 3 nikmat itu rasanya susah digambarkan. Hati bawaannya senang terus dan jauh-jauh deh pikiran negatif. Aku mau dia ngerasain juga. Kan surga itu terlalu luas untuk dimasuki sendiri bukan?
Aku sempat terfikir dan tergerak untuk langsung memberikan Al-Qur'an yang aku punya untuk dia. Biar pas itu juga dia baca Qur'an di dalam kamarnya selepas shalat maghrib dan tenggelam dalam ayat-ayat cinta.
Tapi, hati aku berat rasanya untuk memberikan Al-Qur'an yanga ada di genggaman tanganku. Ada sesuatu yang mencegahnya T.T
Bukan karena Al-Qur'an yang aku punya itu tampaknya sudah buruk, lecek-lecek, dan ga layak diberikan sebagai hadiah, tapi ada alasan lain yang sangat berat untuk melakukannya.
Ketika itu aku seperti memasuki lorong waktu di tahun 2009 pas masih zaman SMA kelas 2.
(zaman masih muda)
SMA aku dulu mewajibkan untuk tadarus Al-Qur'an setiap hari Jum'at pagi sebelum memulai pelajaran. Yup, wajib untuk seluruh kelas, bagi yang non-Islam bisa memilih untuk di dalam kelas atau ke ruang kelas lain yang kosong.
Hahaha... saat itu aku berebut mengambil Al-Qur'an yang ada di lemari kelas, dan pastinya jumlahnya terbatas. Kadang dapat, kadang enggak.
Kalo ga dapat, yaaa jadinya minjem ke teman sebelah, jadi bacanya 1 Al-Qur'an berdua. Duduknya mah perempuan sama perempuan. Kesel juga sering ga kedapetan Al-Qur'an. Mau bawa dari rumah, adanya yang ukuran gede. Berat jadinya.
Akhirnya kalo gini terus (sering ga kedapetan) aku putuskan untuk punya Al-Qur'an sendiri.
Ketika lagi pergi bareng-bareng sama keluarga ke toko buku, aku pergi ke rak-rak yang khusus nyediain Al-Qur'an. Terus aku pilih yang lucu sampulnya dan enak hurufnya untuk dibaca.
Akhirnya aku pilih yang sampul kulit warna pink-ungu dengan kancing magnet, walau sebenarnya aku suka warna biru (ga ada pas itu warna birunya). Harganya juga cukup mahal.
Pas aku bilang ke mama mau minta dibeliin Al-Qur'an itu, mama nanya 1 pertanyaan yang berat.
"Emang bakal dibaca terus tuh Al-Qur'annya?" mama nanya dengan nada serius.
#jleeebbb
#BerfikirLama
#BaruSadarIyaJugaYaaaa
#KenapaBaruKefikiranSekarang
Terus aku meng"azam (tekad)"kan dalam diri : InsyaAllah Al-Qur'an ini menjadi Al-Qur'an pertamaku dan akan selalu aku baca.
"InsyaAllah ma" jawab dengan singkat.
Taraaa dengan hati riang gembira aku menanti-nanti hari Jum'at. Pas tiba harinya aku tenggelam dalam tadarus Al-Qur'an di SMA.
Dari lorong waktu itu, cerita tersebut adalah alasan kenapa hati aku berat memberikan Al-Qur'an aku kepada orang lain, walaupun sebenarnya bisa saja aku membeli Al-Qur'an yang lain yang lebih bagus dan cantik. Ya kan?
Karena azzam 6 tahun yang lalu, sampai saat ini aku tak bisa menduakannya.
Al-Qur'an ku, engakaulah kelak yang akan menjadi penerang kuburku.
Di akhirat nanti akan kujumpai engkau dalam bentuk yang seindah-indahnya.
Jakarta, 25 Maret 2015
-dengan beberapa tetes air mata-